Jumat, 17 April 2009

Pengaruh Budaya Instan terhadap Kematangan Emosi Pada Remaja

Oleh: Risman Heri, S.Psi

Perkembangan teknologi di era modern sekarang ini banyak mempengaruhi kebiasaan-kebiasaan manusia. Seiring berkembangnya produk-produk teknologi, semakin mempermudah manusia untuk menyelesaikan aktivitas-aktivitas dalam kehidupan sehari-hari. Akhir-akhir ini manusia seolah-olah dimanja oleh kemudahan-kemudahan teknologi tersebut. Kemudahan tersebut tentunya sangat mempengaruhi habituasi seseorang dalam berperilaku, membentuk karakter-karakter kepribadian baru, dan pengaruhnya juga masuk ke wilayah emosi seseorang.

Perubahan zaman membawa manusia masuk ke dalam budaya baru, budaya yang modern, dinamis, praktis dan serba instan. Munculnya budaya baru tentu memberikan kontribusi yang beragam baik positif maupun negatif. Barangkali dengan perkembangan layanan teknologi manusia semakin cepat mengakses informasi, melahirkan generasi yang peka zaman dan berwawasan luas, namun tidak menutup kemungkinan memberikan efek negatif bagi si penerima pengaruh tersebut. Pengaruh-pengaruh dapat membentuk suatu watak yang tidak memiliki daya juang dikarenakan segalanya serba instan. Yang sangat mengkhawatirkan ini sangat mempengaruhi para generasi muda khususnya remaja yang terhitung cukup banyak mengkonsumsi layanan teknologi secara instan.
Di sebagian besar masyarakat kita, layanan instan pada berbagai sarana telah menjadi budaya baru di sekeliling kita. Begitu mudahnya kita memperoleh informasi, transportasi, makanan cepat saji. Ironisnya kemudahan-kemudahan tersebut terkadang tidak disesuaikan dengan kontrol yang proporsional, baik kontrol diri maupun kontrol social. Jika dibiarkan ini akan membeku menjadi suatu karakter diri yang akan berperilaku instan pula pada kehidupan sosial. Banyak kasus yang tejadi ketika anak menginginkan sesuatu kepada orang tuanya tidak memahami kondisi orang tuanya memiliki kemampuan untuk memperoleh yang diinginkan atau tidak, yang ia tahu hanya barang yang diminta harus sesegera mungkin ia peroleh, tanpa ada suatu usaha yang sehat. Kasus yang demikian dimungkinkan sebagai buah dari pembiasaan budaya instan yang negatif. Dari gambaran tersebut mengindikasikan bahwa budaya instan dapat mempengaruhi kematangan emosi seseorang.
Menurut Overstreet (dalam Puspitasari dan Nuryoto, 2002) yang mempengaruhi kematangan emosi seseorang salah satunya adalah memiliki kemampuan untuk menjalin hubungan sosial. Pernyataan Overstreeet tersebut menitik beratkan pada kemampuan seseorang untuk menjakin hubungan social, dan apabila kita komparasikan dengan perilaku budaya instant memiliki probabilitas yang kuat. Alasannya jelas, bahwa budaya instant mampu membawa seseorang untuk mengurangi kemampuannya melakuklan hubungan social. Misalkan saja orang yang sudah menyatu dengan perkembangan tekhnologi komunikasi seperti handphone dan internet, akan enggan bertemu langsung dengan orang lain untuk sekedar tatap muka atau berkomunikasi secara langsung. Tanpa kita sadari hal ini sangat mempengaruhi mentalitas kita yang selalu ingin segala sesuatunya diperoleh secara instant dan bahkan menggunakan cara-cara yang menyimpang. Inilah yang dinamakan dengan mentalitas instantisme (Widodo, 2009).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar